Kenapa Aku
Memilih Menjadi Penulis?
(sebaik baik manusia adalah yang memberi manfaat untuk sesamanya-hadits-)
Seorang guru di sebuah sekolah tingkat dasar
bertanya pada murid-muridnya.
“Siapa yang bisa menyebutkan garis keturunan
dimulai dari ayah, kakek,buyut dan seterusnya?”
Maka anak-anak pun saling berlomba menjawab
pertanyaan gurunya tersebut.
“Nama ayahku Lukman, nama kakekku Ridwan,”
jawab seorang murid bernama Sardi.
“Kalau ayahku orang Jawa, namanya Slamet. Kakekku
namanya Parjo,” kata Agus tak mau kalah.
Satu persatu Ali, Ahmad, Rashid, Jaka, Siti,
Umi dan yang lainnya menjawab.
“Ada yang tahu nama kakek buyutnya?”sang guru
memberi tantangan.
Suasanan kelas hening, semua siswa
menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba, Siti mengacungkan tangannya, “saya tahu Pak
Guru.”
“Siapa nama kakek buyutmu Ti?” tanya Pak
Ruslan, guru PPkn di kelas ini.
Dengan sedikit ragu,Siti menjawab, “setiap
hari Minggu saya selalu diajak ke kampung nenek. Di sana nenek hidup bersama
ayahnya. Saya biasa memanggil beliau Mbah Nang,” ujar Siti polos.
Anak-anak pun dibuat tertawa oleh kepolosan
jawaban Siti. Suasana menjadi riuh.
“Tenang anak-anak!”
“Sekarang siapa yang tahu pencipta lampu yang
ada di atas ini?” tanya Pak Ruslan seraya menunjuk lampu yang tidak menyala.
Segera anak-anak mendongakkan kepala ke atas.
“Philips Pak,” jawab Sardi cepat.
“Dari mana kamu tahu?” Pak Ruslan
mengernyitkan kepala.
“Dari tulisan yang tertera di pinggirnya Pak.”
“Hmmm.. Bagus.”
Tampaknya pak guru bernama lengkap Ruslan Abdul Gani ini belum puas untuk menggiring pemahaman anak-anak didiknya. “Lalu siapa yang menulis buku Pkn ini?”
Segera anak-anak membuka sampul buku yang
sebelumnya telah terbuka.
“Jonathan dkk.” Jawab anak-anak serempak.
Dengan senyum puas Pak Ruslan melanjutkan, “Anak-anak.
Nama Philips, Jonathan ataupun yang lainnya hanya contoh kecil dari sebuah
karya. Padahal mereka belum pernah kalian lihat. Bertemu juga belum. Tapi kalian
mengenalnya. Inilah hebatnya karya. Dan karya yang bisa kalian saat ini setidaknya
tulisan.”
Setelah terjadi diskusi kecil, pak Ruslanpun
memberi kesimpulan tentang arti penting sebuah tulisan. Menulis tentang apa
saja, terutama pelajaran.
Ketika seorang coach kepenulisan, Bang Rama memintaku
untuk memberikan alasan, kenapa aku ingin menjadi seorang penulis. Jawabanku tidak
akan jauh dari apa yang telah disampaikan Pak Ruslan di atas.
Apa yang bisa aku berikan kepada orang lain
selain karya?
Salah satu karya yang bisa aku lakukan adalah
dengan membuat tulisan. Imam Ghazali pernah berpesan, “jika kalian bukan
anak seorang raja, bukan pula anak seorang ulama. Maka jadilah penulis.”
Seperti juga kata pepatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, baik atau buruk akan dikenang.
Maka alangkah baiknya jika kenang-kenangan
yang kita berikan itu berbentuk karya tulis yang bermanfaat tidak hanya untuk
kita, tapi juga orang lain.
Aku patut bersyukur, dikenalkan dengan
orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, alasan yang sama dalam membuat
karya tulis. ODOP pimpinan Bang Syaiha salah satunya. Lewat karya-karya
yang ada aku bisa banyak belajar dari sana. Menulislah untuk Keabadian!
Sepengetahuanku saat ini dunia tulis menulis
sedang menggeliat, untuk menjadi penulis hebat persaingannya cukup ketat. Namun
aku cukup percaya dengan omongan Mbak Asma Nadia yang tidak percaya akan
bakat. Jadi ya bismillah aku mulai meski
berjalan lambat.
Tidak ada kata telat. Tidak pula kata
terlambat.
Karena alasanku untuk menjadi penulis amat
jelas. Berkarya untuk dikenang. Berkarya untuk memberikan kemanfaatan. Berkarya
melalui tulisan.
Nganjuk, 29
Februari 2016
keren bang :)
BalasPadamMaksih bang septian.
PadamTulisanku masih acak acakan