Ketika Segala Sesuatu
Dijadikan Berharga
Tanggal 29
Februari 2016 menjadi hari yang spesial untuk kakakku, hari yang menggenapi
umurnya yang memasuki umurnya yang ke-32. Apaan tuh?
Hari Ulang
Tahun tentunya.
Happy Birth
Day ya Mas..
Tapi bukan
itu yang aku bicarakan. Ini dari sisi pandang yang lain. Tentang SIM. Surat
Izin Menikah, eh Mengemudi.
Sudah
menjadi tradisi turun temurun dalam keluargaku ketika ada yang Ultah, tidak ada
perayan apapun. Tidak ada lilin berbentuk angka. Tidak ada kue Tar yang
bentuknya melingkar. Tidak ada juga kejutan yang membuat hati ini deg-degan. Dicemplungin
ke kali, dilempar telor. Atau yang bikin telor. Ihhh masak ayam dilempar.
Nggak ada. Aduuuh
edihnya, hiks hiks…
Sebagai warga
negara yang taat undang-undang, masa tenggang SIM menjadi sebuah panggilan. Walhasil,
motor pun disiapkan untuk meluncur menuju kepolisian. Bukan untuk menyerahkan
diri sebagai pesakitan, apalagi lapor polisi gegara kemalingan. Namun untuk
pembuatan kembali SIM yang telah hampir usang, habis masa pemakaian.
Mondar-mandir
di kepolisian menjadi ciri khas orang yang kebingungan. Itulah aku dan kakakku,
apanya yang harus didahulukan. Makanya mencari informasi menjadi harga mati,
tanya sana sini, “itu Mas. Lihat papan informasi!” demikian kata Pak Polisi.
Maka prosedur
perpanjangan SIM pun dimulai.
“Oh mau
memparpanjang SIM ya Mas?” seorang informan berbaju batik mencegat di depan
pintu masuk kantor.
“Iya Pak,” ucap
kami berbarengan.
“Coba SIM
nya mana!”
“Oh iya
benar, sekarang mas pergi ke ruang potokopi, itu di sebelah sana.” Kata informan
menunjuk lokasi.
“Makasih
Pak.”
Teeet teeet teeet…
Suara mesin
potokopi berbunyi.
“Dua puluh
ribu,” ujar ibu penjaga mesin, terlihat masih cantik dengan kerudung hijaunya. Staylis.
“Setelah ini
Mas ke ruang dokter untuk cek kesehatan.” Kata ibu polisi sambil menyerahkan
hasil potokopi dalam sebuah map yang terlihat rapi.
“ini huruf
apa?”
“Kalau ini..
kalau yang ini?” tanya dokter mengetes kesehatan mata.
“Dua puluh
ribu Mas,” ujar dokter mengakhiri.
Aku hanya
melihat senyum kakakku saat itu. Kenapa?
“Kenapa Mas,
senyum-senyum?” tanyaku penasaran
“Katanya
perpanjangan hanya 75.000 buktinya.” ujarnya kesal.
wekawekaweka…
Begitulah,
jika segala sesuatu dijadikan berharga.
Seorang kasir
Indomart, sore kemarin juga melakukan hal yang sama.
“Mau pakai
kantong atau tidak? Kalau pakai maka dikenakan cash dua ratus rupiah. Demikian undang-undang
terbaru dari pemerintah.”
Aku hanya
bilang we aa we (seperti komentar seorang juri dalam akademi dangdut di RCTI.
Waaaaw
Saat itu
coba mencari informasi tentang kebenaran kasir itu, ternyata ada tujuan dibalik
harga kantong ini. Agar orang menghargai kantong plastik yang dibuang
sembarangan.
Ohhhh
Sekarang,
ketika segalanya dijadikan berharga, sudahkah diri kita ini berharga?
Dengan apa kita ini berharga?
Dengan apa kita ini berharga?
Harga tidak
melulu pakai uang. Berkarya untuk orang lain pun sudah ada harganya apalagi
karya itu bermanfaat. Ah semoga saja!!
Amiiin.
Cisaat, 4 Maret 2016
nice :)
BalasPadamHehe. Mkasih bang septian
Padam