Khamis, 18 Februari 2016

Mahalnya Sebuah Kenangan

Mahalnya Sebuah Kenangan
Oleh: Achmad Marzuqi

"Kang, kenapa kartu KRL ini masih akang bawa?" seorang teman yang baru aku kenal bertanya.
"Gapapa," kataku singkat.
"Bayar berapa tadi dari Jatinegara ke Tangerang?" dia kembali bertanya.
"Tiga belas ribu rupiah,"
"Kalau akang kembalikan bayarnya cuma tiga ribu lho," kata dia. "Kan untung sepuluh ribu."
"Aku ini orang katrok Dul, nggak tau cara mengembalikan kartu ini," kataku beralasan.
"Tinggal dateng aja ke petugas, beres," nasehatnya.
Bodohnya aku, kenapa nggak ke petugas tadi
Urung aku teruskan mengumpat diri. Ini adalah kenangan. Kenangan yang meberiku banyak pelajaran. Uang segitu tak seberapa yang penting. Yang penting kenangan itu ada, nyata, bisa menjadi cerita.
Aku kembali menyimpan kartu kereta ini ke dalam dompet dan kembali melanjutkan aktifitasku, mempersiapkan diri dalam ajang MTQ di Kota Tangerang.
Hal yang serupa pernah aku rasakman saat menjadi ketua di sebuah kursus bahasa, Pare. Satu kesulitan yg harus aku hadapi adalah bagaimana bisa menjadikan teman teman aktif mengikuti berbagai kegiatan.
"Tolonglah kawan kawan, kita bersama berjalan mengikuti intruksi kepala yayasan. Ini demi kelas kita, demi nama baik kita. Jika hanya belajar dan belajar, kalian tidak akan mendapatkan kesan nantinya." sedikit merayu.
Saat itu pihak yayasan meminta perwakilan setiap kelas untuk mengikuti berbagai perlombaan berupa dance, live song, speech dan banyak lagi. Namun sedikit sekali yang mau andil.
Tapi apalah arti sebuah kenangan tanpa adanya pelajaran. Apalah arti dari pelajaran jika tidak untuk keabadian.
Salah satu perkara untuk menjadikan kenangan mencapai keabadian itu dengan menulis. Tapi ingat keabadian itu tidak cukup jika tidak memberikan kemanfaatan.
Khairun Naasi anfauhum lin Naasi
So, mari rajin menulis dan paatikan tulisan itu bermanfaat tidak hanya untuk diri kita tapi orang lain juga.
Tangerang, 18 Februari 2016


Tiada ulasan:

Catat Ulasan