SEMAAN AL QURAN MANTAB: BUKTI
FITRAH SUCI MANUSIA
By: Achmad Marzuqi
Belum sempat kaki ini menginjakkan rumah
tercinta, telah tampak berkibar bendera dan umbul umbul berwarna hijau. Kondisi
masih di atas sepeda motor saat aku berpapasan dengan pemuda pemuda baret
hijau. Tampak ada tulisan Banser di lengan seragam dan topi mereka. Ada apa
gerangan?
“Ada khataman Al Quran di Pandantoyo,” kata
kakakku yang memboncengku.
“Oh ya, sekarang kan hari Selasa Pon,” kataku
sepontan.
Tampak kulihat di setiap gang masuk
perkampungan menuju lokasi semaan Al Quran, beberapa pasukan Banser menjaga dan
menertibkan pengguna jalan. Priiit priiiit.
Sesampaiku di rumah, ibuku langsung
menyambutku dengan senyuman dan uluran tangan. Kucium khidmat tangan beliau. Ingin
rasanya aku memeluk sang ibu setelah seminggu lebih meninggalkannya, layaknya
artis artis di sinetron, namun hal itu rasanya asing.
“Mak, banyak banget masakan hari ini,”
kataku. Aku pikir memang makanan ini sengaja dibuat untuk menyambutku, namun.
“Ini buat jamaah yang sedang mengikuti Semaan Al Quran Mantab,” ibuku menjelaskan.
“Ntar, ikutan ya. Biar dapat berkah
mendengarkan Al Quran,” ibuku melanjutkan.
“Hmmm, iya Mak. Tapi maghrib aja ya. Pas lagi
doa,” kataku setengah bercanda.
“Ahh, kamu ini mau dapat pahala kok setengah
setengah,” ibuku menimpali ucapanku.
Aku memang sudah lama tidak ikut program yang
diadakan setiap Selasa Pon ini. Dan rasa penasaranku menghadirkan aku ke lokasi
yang aku nilai sungguh luar biasa.
Ribuan orang berkumpul memadati jalanan yang
panjangnya setengah kilo meter lebih ini. Dari bayi yang dalam gendongan,
hingga kakek dan nenek yang berjalan
saja sangat pelan. Kopiah putih maupun hitam, yang berkulit gelap maupun terang
semua menyatu, khusyuk menyimak lantunan Al Quran.
Jalan ini ditutup demi kelancaran acara. Karena
tingkatnya tingkat kabupaten maka yang datang pun bisa dipastikan dari penjuru
kabupaten. Kabupaten Nganjuk.
Subhanallah. Luar biasa.
Benarlah firman Allah yang tercantum dalam Al
Quran
dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Qs. Al Isra:
82)
Aku hanya bagian kecil dalam
lautan manusia yang pakaiannya serba pakaian koko ini. Shalat maghrib bersama,
mendengarkan lantunan Al Quran bersama, makan juga bersama. Sebenarnya apa sih
yang diharapkan oleh orang orang ini jika bukan bukan sebuah kebahagiaan?
Kebahagiaan yang datang dari
dalam jiwa, bukan dari harta. Kalau dari harta, kenapa mereka harus jauh jauh
datang kemari, nyarter mobil, mengendarai motor ataupun berjalan kaki pasti
juga membutuhkan biaya. Tapi semua itu seakan dikesampingkan.
Alastu bi robbikum?
Bukankah Aku ini tuhanmu?
Ya, Engkau Tuhan kami. Kami bersaksi
atas yang demikian itu.
Itulah sebuah percaakapan yang
diabadikan dalam Al Quran, antara Allah sebagai Tuhan dan ruh sebagai hamba.
Hal yang senada seakan kembali
terulang dalam rutinan semaan Al Quran yang dikenal dengan istilah Mantab ini.
Bukankah AL Quran ini kitabmu?
Ya, Al Quran ini kitab kami. Kami
bersaksi atas yang demikian itu.
Kalau demikian, apalagi yang
menghalangi kamu untuk menghadiri majelis Al Quran ini?
Nganjuk, 23
Februari 2016
0 ulasan:
Catat Ulasan