Selasa, 29 Mac 2016

Kepuasan Seorang Penggembala

Kepuasan Seorang Penggembala

Apa yang kamu fikrkan ketika mendengar kata gembala?
Ingat Al Kitab..
Bisa jadi, jika kamu penganut Nasrani.
Ingat lagunya Tasya Kecil, Aku adalah anak gembala.
Hehe, itu namanya masa kecil bahagia.
Ingat kambing, domba, sapi dan sejenisnya.
Hmmmm,, tak salah.

Aku dan Kambing-kambing milik kakakku
Sudah hampir dua tahun ini kakakku yang ketiga menjalani profesi sebagai penggembala. Pagi hari menyabit rumput sorenya melakukan hal yang sama. Kambing yang jadi peliharaannya. Dari yang dulu masih cempe (anak kambing: Jawa) kini menjadi kambing-kambing dewasa.
Dari yang dulu empat ekor kini telah menjadi enam ekor jumlahnya.
Namun keputusannya untuk hijrah ke rumah mertua beberapa hari lalu telah mengubah segalanya.

“Kalau Mas ke Cilacap, siapa yang mengurus kambing-kambingnya?” tanyaku sebelum dia berangkat.
“kamulah Mad, kan kamu yang di rumah,” katanya santai.
Enak aja nih kakakku bilang.

Keputusan tetaplah keputusan.
Dan benar di saat kakakku berangkat, tongkat estafet kepenggembalaan jatuh di tanganku. Dan aku bisa merasakan betapa menggembala itu bukan suatu perkara yang mudah tentunya.
Dibutuhkan ketelatenan.

Menaiki ranting-ranting pepohonan demi mendapatkan dedaunan.
Menapaki jalan-jalan becek, melintasi air sungai dan comberan.
Itu baru sehari, bagaiamana dengan kakakku yang sudah hampir dua tahun ini?
Ini juga yang dialami oleh setiap Nabi di masanya.

“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi pun melainkan dirinya pasti pernah menggembala kambing. “ Maka para sahabat bertanya: “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, aku pernah menggembala kambing milik seorang penduduk Mekah dengan upah beberapa qirath.” (HR. Bukhari)

Kepuasan aku dapatkan meski hanya menggembala sesaat.
Kepuasan saat membersihkan kandang dari segala kotoran hewan peliharaan.
Kepuasan saat memberi makan kambing-kambing yang kelaparan.
Kepuasan saat mengelus bulu lembat kambing betina dan jantan.

Sayangnya, dasar aku orangnya malas dan tak bisa telaten mengurus. Kakakku yang paling besar yang akhirnya mengurus segalanya. Dan aku hanya bisa jadi cadangan, jika benar-benar amat dibutuhkan aku baru turun tangan. Memberinya makan dan juga membersihkan kandang.

Buat kakakku yang “hijrah” ke rumah mertua di Cilacap. Semoga kau baik-baik di sana, bersama keluarga dan menjalani kehidupan dengan penuh kebahagiaan.

Nganjuk, 29 Maret 2016


Tiada ulasan:

Catat Ulasan