TERMOS AJAIB
Aku
nggak pernah menyangka perjalanan pulang dari sebuah rutinan “Minggu Legi” ini
memberi pelajaran amat berarti. Tak ada kursi kosong memaksaku untuk tetap
berdiri. Dari Bagor hingga perempatan Bangjo Kertosono tempatku menitipkan sepeda motor
pagi tadi. Capek sih udah pasti. Namun ulah para pedagang asongan memberiku
hiburan tersendiri.
Saat
itu ada tiga pedagang asongan yang menjajakan barang jualan. Pedagang nasi
bungkus, pedagang tahu dan terakhir pedagang botol air kemasan.
termos ajaib gratis PP |
“Upacara
ya besok to Dul Dul,” giliran pedagang tahu menyahut.
“Tuh
lihat orang-orang pada upacara di tengah bus,” ujar pedagang air kemasan
memperjelas.
Aku
yang berdiri pas di belakang para asongan ini baru sadar apa maksud “upacara”
yang sedang jadi tema perbincangan ini.
“Ya
heran ya. Upacaranya sampai tiga jam pula,” pedagang nasi bungkus tak mau
ketinggalan.
Aku yang dibuat penasaran ama ketiga jagoan jalanan inipun ikut bertanya tentang tiga jam yang dimaksud.
Aku yang dibuat penasaran ama ketiga jagoan jalanan inipun ikut bertanya tentang tiga jam yang dimaksud.
“Gini
Mas, karena perjalanan Nganjuk – Surabaya butuh waktu sekitar tiga jam. Jadi
mereka-mereka sama kaya upacara. Berdiri sampai tiba di lokasi.”
Aku
hanya manggut-manggut tanda mulai ada rasa menegerti.
Bener
juga ya, upacara di dalam bus malam-malam.
Bedanya
kalau di lapangan barisannya rapi sedang di dalam bus berdesakan.
“Tapi
aneh,” lanjut pedagang botol air kemasan, “berdiri kan capek, tapi saat
ditawari minuman mereka enggan.”
“Mending
kamu Dul, air kemasan. Kalau aku? Masak upacara sambil makan tahu,” giliran
pedagang tahu menyahut.
“Wkwkwkwk..
daripada upacara sambil makan nasi bungkus. Bisa disetrap mereka,” serobot
pedagang nasi bungkus.
Ketiganya
tertawa terbahak, seperti melupakan beban hidup yang harus mereka jalani.
Menjadi pedagang asongan di jalanan dengan resiko yang terbilang membahayakan.
Desak-desakan
menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Apalagi setelah liburan panjang. Layaknya
lebaran. Jika hari Jumat lalu arah dari surabaya menuju Solo yang penuh sesak,
kini sebaliknya minggu malam, dari arah Solo menuju Surabaya banyak penumpang
berebutan.
“Ini
lho Termos Ajaib,” ujar pedagang air botol kemasan.
“Ajaib
gimana Dul?” tanya pedagang lainnya. Aku coba melongok isi Termos yang dia
bawa. Tak ada yang spesial selain airMizone, beragam minuman teh daan Aqua
tentunya.
“Coba
saja kalau nggak bawa termos, pasti udah disuruh bayar.”
Gegara
ini nih, jadi gratis. Untung bisa laku,” ujar Dul bangga.
Iya
juga ya.
Pikiranku
langsung terbang melambung tinggi. Andai aku pergi ke Surabaya, lalu aku bawa
termos berisi minuman, ntar turun di perempatan. Jika habis, bisa belanja di toko terdekat untuk di jual lagi lalu
naik ke dalam bus lainnya.
Begitu seterusnya. Pasti sampai di lokasi. Namun siap-siap saja resiko besar menanti.
Begitu seterusnya. Pasti sampai di lokasi. Namun siap-siap saja resiko besar menanti.
Bagaimanapun perkataan Bang Dul ada benarnya juga, dari sebuah teremos dia bis menghidupi
keluarganya. Naik bus tak dipungut biaya. Asal pulang bawa uang untuk berdandan
eh keceplosan...
untuk belanja sang istri tercinta.
untuk belanja sang istri tercinta.
Semoga
bang Dul dan kawan-kawan diberi kemudahan dalam mengais rizki dari Allah Taala.
Senin, 28 Maret 2016
Tiada ulasan:
Catat Ulasan