Isnin, 28 Mac 2016

TERMOS AJAIB

Aku nggak pernah menyangka perjalanan pulang dari sebuah rutinan “Minggu Legi” ini memberi pelajaran amat berarti. Tak ada kursi kosong memaksaku untuk tetap berdiri. Dari Bagor hingga perempatan Bangjo Kertosono tempatku menitipkan sepeda motor pagi tadi. Capek sih udah pasti. Namun ulah para pedagang asongan memberiku hiburan tersendiri.
Saat itu ada tiga pedagang asongan yang menjajakan barang jualan. Pedagang nasi bungkus, pedagang tahu dan terakhir pedagang botol air kemasan.

termos ajaib gratis PP
“Malem-malem begini udah banyak yang upacara,” kata pedagang air kemasan.
“Upacara ya besok to Dul Dul,” giliran pedagang tahu menyahut.
“Tuh lihat orang-orang pada upacara di tengah bus,” ujar pedagang air kemasan memperjelas.
Aku yang berdiri pas di belakang para asongan ini baru sadar apa maksud “upacara” yang sedang jadi tema perbincangan ini.
“Ya heran ya. Upacaranya sampai tiga jam pula,” pedagang nasi bungkus tak mau ketinggalan.
Aku yang dibuat penasaran ama ketiga jagoan jalanan inipun ikut bertanya tentang tiga jam yang dimaksud.
“Gini Mas, karena perjalanan Nganjuk – Surabaya butuh waktu sekitar tiga jam. Jadi mereka-mereka sama kaya upacara. Berdiri sampai tiba di lokasi.”
Aku hanya manggut-manggut tanda mulai ada rasa menegerti.
Bener juga ya, upacara di dalam bus malam-malam.
Bedanya kalau di lapangan barisannya rapi sedang di dalam bus berdesakan.

“Tapi aneh,” lanjut pedagang botol air kemasan, “berdiri kan capek, tapi saat ditawari minuman mereka enggan.”
“Mending kamu Dul, air kemasan. Kalau aku? Masak upacara sambil makan tahu,” giliran pedagang tahu menyahut.
“Wkwkwkwk.. daripada upacara sambil makan nasi bungkus. Bisa disetrap mereka,” serobot pedagang nasi bungkus.
Ketiganya tertawa terbahak, seperti melupakan beban hidup yang harus mereka jalani. Menjadi pedagang asongan di jalanan dengan resiko yang terbilang membahayakan.

Desak-desakan menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Apalagi setelah liburan panjang. Layaknya lebaran. Jika hari Jumat lalu arah dari surabaya menuju Solo yang penuh sesak, kini sebaliknya minggu malam, dari arah Solo menuju Surabaya banyak penumpang berebutan.

“Ini lho Termos Ajaib,” ujar pedagang air botol kemasan.
“Ajaib gimana Dul?” tanya pedagang lainnya. Aku coba melongok isi Termos yang dia bawa. Tak ada yang spesial selain airMizone, beragam minuman teh daan Aqua tentunya.
“Coba saja kalau nggak bawa termos, pasti udah disuruh bayar.”
Gegara ini nih, jadi gratis. Untung bisa laku,” ujar Dul bangga.

Iya juga ya.
Pikiranku langsung terbang melambung tinggi. Andai aku pergi ke Surabaya, lalu aku bawa termos berisi minuman, ntar turun di perempatan. Jika habis, bisa belanja di toko terdekat untuk di jual lagi lalu naik ke dalam bus lainnya.
Begitu seterusnya. Pasti sampai di lokasi. Namun siap-siap saja resiko besar menanti.

Bagaimanapun perkataan Bang Dul ada benarnya juga, dari sebuah teremos dia bis menghidupi keluarganya. Naik bus tak dipungut biaya. Asal pulang bawa uang untuk berdandan eh keceplosan...
untuk belanja sang istri tercinta.
Semoga bang Dul dan kawan-kawan diberi kemudahan dalam mengais rizki dari Allah Taala.

Senin, 28 Maret 2016


0 ulasan:

Catat Ulasan

Popular Posts