Plus Minus
Pengalaman di Terminal Kalideres
Sudah jatuh
tertimpa tangga.
Satu ungkapan
yang pas untuk diriku yang sedang naas. Hari ketika aku harus datang jauh-jauh
dari Jawa sebagai jawaban dari undangan panitia Lomba, karena telah menyabet
juara 1 Musabaqah Tafsir Indonesia. Di kota Tangerang tepatnya.
Setelah semua
administrasi aku lengkapi, mengukur baju aku penuhi. Aku pun dipersilakan untuk
pergi. Tanpa ada basa basi. Sekalipun hanya pertanyaan dari jam berapa datang,
apa kendaraan yang digunakan atau berapa ongkos yang telah dihabiskan.
Tidak ada.
Pokoknya langsung pulang.
Tapi tak apa.
Ambil sisi positifnya aja.
The first
experince is the best teacher
Mungkin itulah
kalimat yang cocok untuk menggambarkan kondisiku saat ini. Sebuah kalimat yang
aku dapat saat belajar bahasa Inggris di Pare Kediri. Dari sebuah cerita berbentuk
"new concept" yang harus aku hafal seminggu dua kali.
Pengalaman
pertama adalah guru yang terbaik.
Dan ini adalah
pengalaman pertama saat aku mencari-cari agen bus malam. Di terminal Kali
Deres. Di sinilah awal dimulainya cerita minus (baca: mines)
Menjadi orang
yang kebingungan di tengah-tengah terminal tentu bukan suatu kabar gembira,
apalagi terminal itu ada di Jakarta. Tidak ke sembarang orang jika kita hanya
ingin sekedar bertanya. Tujuanku hanya satu, mencari Po. Bus Rosalia Indah yang
menuju arah Surabaya.
“Mas mau ke
mana? Kaya orang kebingungan?” sesorang mendatangiku dari sebuah warung makan.
Sebelumnya
sudah ada tiga orang yang aku tanya, mungkin aku salah orang.
“Mmmm.. mau ke Surabaya Pak,” jawabku
hati-hati.
“Wah, kebetulan
sekali. Saya agen. Biasa menjual tiket untuk wilayah jauh. Wilayah antar
propinsi.”
“Bapak tau agen
atau Po Bus Rosalia?” tanyaku.
Ya, yang aku
tau dari kawan yang ada di Tangerang, bus Rosalia menyediakan paket komplit
untuk bepergian. Harganya pun masih dalam jangkauan orang yang duitnya
pas-pasan.
“Jauh Mas dari
sini. Mending cari bus yang lain saja. Kalau mau ada Bus Handoyo dan Pahala Kencana,” terangnya layaknya sales
berpengaalaman.
Tak berselang
lama, datang kawannya. Mas Teguh namanya.
Setelah terjadi
diskusi alot, akupun menyepakati biaya untuk pulang via Bus Handoyo dengan
tujuan akhir Jogja. Tarifnya 170.000 rupiah.
Diajaknya aku
ke kursi tunggu, sambil menunggu bus yang masih dalam perjalanan, yang katanya
akan datang sekitar dua jam mendatang.
Alamakkk..
Tapi
alhamdulillah aku bersyukur.
Dua jam yang
aku lalui, aku manfaatkan untuk mempelajari segala kondisi.
Dua jam
menunggu, aku menemukan sesuatu yang baru.
Dua jam di
kursi antrian, aku belajar dari pengalaman.
Di terminal
Kalideres, perihal cerita plus dan minus.
Catatan ini
hanya untuk mereka yang ingin bepergian jauh. Yang tidak mendapatkan tiket
kereta, dan hanya dapat bus malam saja.
1.
Jika kau masuk ke terminal Kalideres, maka masuklah
lewat pintu masuk Bus. Jika lewat pintu lain segeralah ke arah pintu masuk.
Karena letak Po Bus berderet di sana. Dari lintas Jawa hingga lintas pulau
Sumatra. Jangan berwajah bingung.
Plusnya akan banyak orang yang menolongmu, mengarahkanmu sampai sampai
membelikan tiket untukmu.
Minusnya kadang mereka meminta imbalan atau jika tidak mereka akan
menaikkan harga melebihi harga normal yang tersedia.
2.
Jika ingin makan atau beli camilan. Mending belinya di
luaran. Kenapa? Bukannya banyak penjual makanan di sana?
Plusnya memang enak tinggal pilih karena hampir semua menu tersedia.
Minusnya hati-hati saja dengan harga. Karena patokannya bisa setinggi
bintang kejora. Teh Botol Frestea 15.000. Aqua sedang 10.000. Kacang Polong 15.000
Padahal harga normal masing-masing kisaran 5000.
3.
Dengan prinsip 3S mulailah mengenal orang lain.
Plusnya kita akan merasa lebih nyaman, apalagi jika dia orang-orang
baik. Setidaknya ada yang dijagain.
Minusnya, hmmm.. bisa jadi reaksi orang lain akan berbeda di saat kita
mencoba untuk mengajaknya berkenalan.
4.
Aku melihat banyak orang yang berlarian, membantu
mengangkutin barang bahkan rela mengantar sampai tempat pemesanan. Ini kan Plus
banged ya. Budaya tolong menolong
Sayangnya, musti ada imbalan. Saat aku kebingungan dan terkena charge sebesar
170.000 untuk ongkos ke Jogja. Ada yang janggal saat sampai di tempat
pemesanan. Ternyata harga aslinya 140.000. Minus bingid.
“Biasa Mas, hidup di terminal harus
saling memberi. Tadi aku kasih dia 20 ribu untuk yang punya warung. 20 ribu
lagi buat diriku dan sisanya 140 ribu untuk ongkos normal.” Kata guide
ku.
Dan masih banyak lagi. Intinya sih Hati-Hati.
Seperti kata pepatah di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Di mana saja kita berada, langit tidak akan kemana-mana. Dia tetap di atas
kita.
Liat kondisi dan jangan menang sendiri.
Bus Handoyo, 10 Maret 2016