Isnin, 29 Februari 2016

Kenapa Aku Memilih Menjadi Penulis?
(sebaik baik manusia adalah yang memberi manfaat untuk sesamanya-hadits-)

Seorang guru di sebuah sekolah tingkat dasar bertanya pada murid-muridnya.
“Siapa yang bisa menyebutkan garis keturunan dimulai dari ayah, kakek,buyut dan seterusnya?”
Maka anak-anak pun saling berlomba menjawab pertanyaan gurunya tersebut.
“Nama ayahku Lukman, nama kakekku Ridwan,” jawab seorang murid bernama Sardi.
“Kalau ayahku orang Jawa, namanya Slamet. Kakekku namanya Parjo,” kata Agus tak mau kalah.
Satu persatu Ali, Ahmad, Rashid, Jaka, Siti, Umi dan yang lainnya menjawab.
“Ada yang tahu nama kakek buyutnya?”sang guru memberi tantangan.
Suasanan kelas hening, semua siswa menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba, Siti mengacungkan tangannya, “saya tahu Pak Guru.”
“Siapa nama kakek buyutmu Ti?” tanya Pak Ruslan, guru PPkn di kelas ini.
Dengan sedikit ragu,Siti menjawab, “setiap hari Minggu saya selalu diajak ke kampung nenek. Di sana nenek hidup bersama ayahnya. Saya biasa memanggil beliau Mbah Nang,” ujar Siti polos.
Anak-anak pun dibuat tertawa oleh kepolosan jawaban Siti. Suasana menjadi riuh.

“Tenang anak-anak!”
“Sekarang siapa yang tahu pencipta lampu yang ada di atas ini?” tanya Pak Ruslan seraya menunjuk lampu yang tidak menyala.
Segera anak-anak mendongakkan kepala ke atas.
“Philips Pak,” jawab Sardi cepat.
“Dari mana kamu tahu?” Pak Ruslan mengernyitkan kepala.
“Dari tulisan yang tertera di pinggirnya Pak.”
“Hmmm.. Bagus.”

Tampaknya pak guru bernama lengkap Ruslan Abdul Gani ini belum puas untuk menggiring pemahaman anak-anak didiknya. “Lalu siapa yang menulis buku Pkn ini?”
Segera anak-anak membuka sampul buku yang sebelumnya telah terbuka.
“Jonathan dkk.” Jawab anak-anak serempak.
Dengan senyum puas Pak Ruslan melanjutkan, “Anak-anak. Nama Philips, Jonathan ataupun yang lainnya hanya contoh kecil dari sebuah karya. Padahal mereka belum pernah kalian lihat. Bertemu juga belum. Tapi kalian mengenalnya. Inilah hebatnya karya. Dan karya yang bisa kalian saat ini setidaknya tulisan.”

Setelah terjadi diskusi kecil, pak Ruslanpun memberi kesimpulan tentang arti penting sebuah tulisan. Menulis tentang apa saja, terutama pelajaran.

Ketika seorang coach kepenulisan, Bang Rama memintaku untuk memberikan alasan, kenapa aku ingin menjadi seorang penulis. Jawabanku tidak akan jauh dari apa yang telah disampaikan Pak Ruslan di atas.
Apa yang bisa aku berikan kepada orang lain selain karya?
Salah satu karya yang bisa aku lakukan adalah dengan membuat tulisan. Imam Ghazali pernah berpesan, “jika kalian bukan anak seorang raja, bukan pula anak seorang ulama. Maka jadilah penulis.”

Seperti juga kata pepatah,  gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, baik atau buruk akan dikenang.
Maka alangkah baiknya jika kenang-kenangan yang kita berikan itu berbentuk karya tulis yang bermanfaat tidak hanya untuk kita, tapi juga orang lain.
Aku patut bersyukur, dikenalkan dengan orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, alasan yang sama dalam membuat karya tulis. ODOP pimpinan Bang Syaiha salah satunya. Lewat karya-karya yang ada aku bisa banyak belajar dari sana. Menulislah untuk Keabadian!
Sepengetahuanku saat ini dunia tulis menulis sedang menggeliat, untuk menjadi penulis hebat persaingannya cukup ketat. Namun aku cukup percaya dengan omongan Mbak Asma Nadia yang tidak percaya akan  bakat. Jadi ya bismillah aku mulai meski berjalan lambat.
Tidak ada kata telat. Tidak pula kata terlambat.
Karena alasanku untuk menjadi penulis amat jelas. Berkarya untuk dikenang. Berkarya untuk memberikan kemanfaatan. Berkarya melalui tulisan.

Nganjuk, 29 Februari 2016

2 ulasan:

Popular Posts