Jumaat, 4 Mac 2016

Ketika Segala Sesuatu Dijadikan Berharga

Tanggal 29 Februari 2016 menjadi hari yang spesial untuk kakakku, hari yang menggenapi umurnya yang memasuki umurnya yang ke-32. Apaan tuh?
Hari Ulang Tahun tentunya.
Happy Birth Day ya Mas..
Tapi bukan itu yang aku bicarakan. Ini dari sisi pandang yang lain. Tentang SIM. Surat Izin Menikah, eh Mengemudi.

Sudah menjadi tradisi turun temurun dalam keluargaku ketika ada yang Ultah, tidak ada perayan apapun. Tidak ada lilin berbentuk angka. Tidak ada kue Tar yang bentuknya melingkar. Tidak ada juga kejutan yang membuat hati ini deg-degan. Dicemplungin ke kali, dilempar telor. Atau yang bikin telor. Ihhh masak ayam dilempar.
Nggak ada. Aduuuh edihnya, hiks hiks…

Sebagai warga negara yang taat undang-undang, masa tenggang SIM menjadi sebuah panggilan. Walhasil, motor pun disiapkan untuk meluncur menuju kepolisian. Bukan untuk menyerahkan diri sebagai pesakitan, apalagi lapor polisi gegara kemalingan. Namun untuk pembuatan kembali SIM yang telah hampir usang, habis masa pemakaian.

Mondar-mandir di kepolisian menjadi ciri khas orang yang kebingungan. Itulah aku dan kakakku, apanya yang harus didahulukan. Makanya mencari informasi menjadi harga mati, tanya sana sini, “itu Mas. Lihat papan informasi!” demikian kata Pak Polisi.
Maka prosedur perpanjangan SIM pun dimulai.

“Oh mau memparpanjang SIM ya Mas?” seorang informan berbaju batik mencegat di depan pintu masuk kantor.
“Iya Pak,” ucap kami berbarengan.
“Coba SIM nya mana!”
“Oh iya benar, sekarang mas pergi ke ruang potokopi, itu di sebelah sana.” Kata informan menunjuk lokasi.
“Makasih Pak.”

Teeet teeet teeet…
Suara mesin potokopi berbunyi.
“Dua puluh ribu,” ujar ibu penjaga mesin, terlihat masih cantik dengan kerudung hijaunya. Staylis.
“Setelah ini Mas ke ruang dokter untuk cek kesehatan.” Kata ibu polisi sambil menyerahkan hasil potokopi dalam sebuah map yang terlihat rapi.

“ini huruf apa?”
“Kalau ini.. kalau yang ini?” tanya dokter mengetes kesehatan mata.
“Dua puluh ribu Mas,” ujar dokter mengakhiri.
Aku hanya melihat senyum kakakku saat itu. Kenapa?
“Kenapa Mas, senyum-senyum?” tanyaku penasaran
“Katanya perpanjangan hanya 75.000 buktinya.” ujarnya kesal.
wekawekaweka…

Begitulah, jika segala sesuatu dijadikan berharga.
Seorang kasir Indomart, sore kemarin juga melakukan hal yang sama.
“Mau pakai kantong atau tidak? Kalau pakai maka dikenakan cash dua ratus rupiah. Demikian undang-undang terbaru dari pemerintah.”
Aku hanya bilang we aa we (seperti komentar seorang juri dalam akademi dangdut di RCTI.
Waaaaw
Saat itu coba mencari informasi tentang kebenaran kasir itu, ternyata ada tujuan dibalik harga kantong ini. Agar orang menghargai kantong plastik yang dibuang sembarangan.
Ohhhh

Sekarang, ketika segalanya dijadikan berharga, sudahkah diri kita ini berharga?
Dengan apa kita ini berharga?
Harga tidak melulu pakai uang. Berkarya untuk orang lain pun sudah ada harganya apalagi karya itu bermanfaat. Ah semoga saja!!
Amiiin.
Cisaat, 4 Maret 2016


2 ulasan:

Popular Posts