Khamis, 25 Februari 2016

MENJEMPUT atau MENUNGGU?

Seperti biasanya pagi ini aku menjalani akttifitas di rumah. Subuh berjamaah, murojaah, bersih bersih rumah, menjemur pakaian yang dari kemarin masih basah dan mengantar keponakan pergi ke sekolah.
Sambil mencoba menggali inspirasi di pagi hari, aku menjalankan sepeda motor perlahan, menyeruak di antara kerumunan anak anak sekolahan.
Rumahku yang terletak di pinggir jalan seakan menjadi saksi di setiap pagi dan petang akan lalu lalang siswa yang coraknya amat beragam.
SD,SMP, SMA melebur menyatu di jalanan laksana hujan yang tak pernah datang sendirian. Bergerombolan.
Jika pagi mereka melintas menuju arah timur, sedang pulangnya ke arah sebaliknya di siang menjelang petang.
Hingga tiba di lokasi tak ada satupun inspirasi yang kupadat. Akupun pulang.
"Mas, tolong anterin ke pasar!"
Baru saja kaki ini hendak masuk ke dalam rumah, tetanggaku minta diantar ke pasar.
"Ya bu. Sebentar," kataku masuk rumah. Entah dinding apa yang menghalangi otakku pagi ini, sehingga sulit untuk mendapatkan inspirasi.
Ibu ibu yang berlalu lalang menjajakan barang dagangan, bapak bapak yang duduk santai menimbang, menunggu pembeli. Saat tiba tiba melintas seorang ibu dengan sepeda tuanya melintas di sebelahku. Seorang ibu yang tak asing di mataku, namun namanya aku kurang tahu.
"Eh ibu," kataku menyapa.
"Ya Mas,"
"Di sini ya belanjanya?" tanyaku. "Udah dari kapan bekerja sebagai pemasok sayuran di kampung?"
"Sudah lama Mas, udah belasan tahun," jawabnya seraya bercerita tentang usahanya hingga keluarganya.
Aku hanya mengenalnya sebatas penyalur sayuran dan bahan bahan persediaan makanan di kampungku. Melalui sepeda tuanya. Dia pun berpamitan pergi mengedarkan bahan bahan belanjaannya.
Belasan tahun menjajakan sayuran dan bahan bahan siap masak? Hmmm. Lama juga.
Tapi itulah fakta. Ibu yang membesarkan anak anaknya lewat berjualan.
Satu buah inspirasi aku dapat, meski rizki telah Allah sediakan kepada hamba hamba Nya، tetap saja rizki itu harus dijemput.
Seperti yang aku lihat di halaman rumahku semalam, saat sedang hujan. Rizki itu ibarat laron yang beterbangan. Hanya cicak yang mau berusaha, berlari dan mengejar laronlah yang berhasil mendapatkan laron. Sementara cicak yang hanya menunggu di sarang, menunggu sayap sayap laron terlepas dan mendekat hanya mendapat jatah yang mungkin lebih sedikit.
Manusia dengan keberagaman usahanya dalam menjemput rizki juga sama. Hanya mereka yang mau berusaha yang memperoleh hasil yang lebih baik.
Karya tulis pun juga demikian. Jika mau dikenal dan dikenang banyak orang perlu usaha.
Semoga kita tidak salah dalam melangkah.
Nganjuk, 25 Feb 2016

0 ulasan:

Catat Ulasan

Popular Posts